Jumat, 19 Desember 2014

Seuntai Kalimat

       Dalam sebuah keterasingan aku berjalan kaku. Aku tak ingin menoleh sedikitpun ke belakang. Aku ingin terus menatap masa depan. Tapi di depan sana banyak sekali tikungan. Sebenarnya dalam hati kecilku aku merasakan ketakutan. Aku takut tersesat. Aku takut tak sampai pada tujuanku. Dan ternyata tiba-tiba kamu datang, menunjukkan jalan mana yang harus ku tempuh. Kamu memberikan arah menuju ke sana, menuju tempat terakhir di mana aku harus berhenti. Di mana aku harus berlabuh dan berhenti terombang ambing dari lautan kesepian yang sekian lama kurasa. Kamu perlahan-lahan menuntunku dengan segenap kemantapan dan suluruh keyakinanku.        
Pelan-pelan raja siang merayap meninggalkan peraduannya, menuju singgasana indah milik-Nya. Langit berwarna kemerah-merahan, burung-burung beterbangan menuju sarangnya, kembali ke tempat peristirahatan malamnya. Para kelelawar bergerombol menghiasi angkasa. Oh… betapa Tuhan melakukan perhitungan yang sangat matang dengan seluruh ciptaannya. Hingga Dia hadirkan sesuatu yang sangat menakjubkan di batas pergantian siang dan malam.  Perlahan-lahan rasa getir mendera pikiranku. Aku kalut. Aku ingin move on, tapi kenapa selalu nggak bisa. Terus dan terus stagnant, jalan di satu tempat. Satu tempat di mana hatiku tersakiti. Kembali terbayang dalam benakku betapa indah lukisan senyumnya di setiap mimpiku. Betapa menakjubkannya tawanya di setiap lamunanku. Oh… aku mencintainya. Benarkah apa yang kurasa? Dapatkah semua kusebut cinta? Gemuruh ombak kurasakan sama dengan gemuruh di hatiku. Kupejamkan mataku, aku ingin mengubur semua dalam masa laluku.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar